"Cuma ada 3 tipe cewe single yang tersisa dari angkatan 2000 ke atas"
Waktu itu gue tulis di tahun 2008 kalo ga salah.
Anyway sebenarnya jadi kalau disimpulakn memang umur 27an itu umur yang merupakan awal turning point dari kehidupan orang-orang (dalam hal ini Indonesia, khususnya Jakarta).
Just to refresh, 3 tipe tsb adalah:
1.Cewe yg sedang dalam hubungan hyper-serius (yang udah ga mgkn didapatkan)
2.Barang Rusak
3.Barang Reject
(for details silakan ubek-ubek notes fb gw jaman dulu atau mgkn disini jg kyknya ada deh)
Anyway, gw baru terpikir bahwa ini bisa terjadi demikian juga mendapatkan kontribusi dari tekanan sosial.
Dengan kata lain, karena tinggal di Jakarta, Indonesia, seorang wanita X, misalnya, berumur 30 tahun akan masuk kedalam golongan 'barang rusak' (broken goods).. Yang padahal, apabila ia seorang warga New York yang tumbuh dan besar disana, misalnya, maka diumur yang sama, ia belum mencapai batasan '3-tipe cewe' ini.. Mgkn dia belum rusak, dan mungkin dia juga belum bisa dibilang reject.
Maka dapat disimpulkan bahwa lokasi dimana seseorang hidup dan dibesarkan, menciptakan tekanan-tekanan sosial tertentu, yang pada akhirnya akan mempengaruhi batas dari umur-umur ini sendiri. Sebagai anak Jakarta yang sudah menganalisa warga2nya, mungkin saya melihat bagaimana cewe-cewe mulai menjadi 'barang rusak' (broken goods) di usia-usia seperti 26-29. Mungkin di New York bisa di umur 31-34. Mungkin di Wonosobo bisa di umur 22-25. Jadi faktor lokasi juga punya peran penting dalam filosofi '3 tipe cewe' ini.
Pertanyaan akhir: Lebih beruntung yang manakah? Orang-orang yang masuk dalam kategori '3-tipe cewe' ini lebih awal (seperti mgkn di Wonosobo), sehingga umur pembelajaran hidup mereka harus lebih cepat, ataukah justru lebih beruntung orang-orang yang lebih lama (seperti di New York) yang mungkin bisa melewati proses pembelajaran hidup yang lebih lama, and potentially lebih matang?
No comments:
Post a Comment