Pages

Showing posts with label VfJ. Show all posts
Showing posts with label VfJ. Show all posts

Tuesday, February 01, 2011

RE-REVOLUSI

Demokrasi barat sudah terbukti kegagalannya.
Fakta bahwa demokrasi barat sebenarnya bukan pakaian yg one-size-fits-all, alias bisa diterapkan seenaknya di berbagai karakter mental  dan watak bangsa-banga yang berbeda.
Indonesia sudah berhasil menjadi kelinci dan selama lebih dari 10 tahun kita sudah merasakan jatuhnya negara ini ke lobang yang semakin lama semakin dalam (instead of rising back up).

Iraq baru dimulai dan sudah banyak terlihat kekacauannya. Bedanya karena di Iraq banyak konflik antar etnis dengan metoda kekerasan maka kita lebih melihat banyak liputannya. Afghanistan juga sama. Sekarang, setelah Tunisia (yang dalam 10 tahun akan menyesal akan apa yang terjadi kemarin ini), dan setelah media-media barat bertubi-tubi meliput fakta pemerintahan yg sudah 'lama' yang ditemukan di negara-negara Arab dan sekitarnya (including Al-Jazeera - yes, they are a western media), mulai lah Mesir menuju ke jurang yang sama.

Permainan barat yang selalu meremehkan negara lain yang tidak demokrasi, lalu 'memaksakan' demokrasi, dan acting like a 'democracy-hero', adalah konyol. Lebih bodoh adalah penduduk--penduduk kita yang percaya akan hal ini. Karena demokrasi hanyalah sebuah sistem. Seperti halnya Indonesia hanyalah sebuah negara. Freedom of speech is bullshit dan ga bisa diterapkan seenaknya. Ambil contoh: Anggap kita punya seorang anak laki-laki kecil berumur 9 tahun yang luar biasa badung! Tidak hanya sering merusak, kenakalannya sudah sangat meresahkan. Lalu suatu saat anda menyuruh anak anda untuk berhenti nonton TV karena sudah jam 1 malam, dan besok ia sekolah. Dia malah marah, karena dia sedang asyik menonton 'Entourage' dan adegan-adegan wanita seksi nya. Menurut moral anda yang paling dalam, apakah anak anda berhak dan layak memiliki freedom of speech?

Kira-kira seperti contoh inilah yang selama ini ditemukan di negara-negara yang gagal saat demokrasi dipaksakan. Demokrasi hanyalah sebuah sistem. It's nothing. There's something much bigger than that. Yaitu mental dan watak bangsa. Watak bangsa-bangsa arab yang keras dan senang konfrontasi. Watak rakyat Nusantara (saya sengaja ga sebut Indonesia, karena Indonesia 'hanya' sebuah negara) yang santai, malas, dan sangat sabar. Bermacam-macam watak membutuhkan bermacam-macam pendekatan dan approach. Terkait juga dengan aktivitas sehari-hari dari bangsa tersebut.

Soeharto menjalankan kepemimpinannya dengan luar biasa baik. Beda dengan kebanyakan presiden yang sukanya berbicara, pamer, atau bahkan kadang curhat/komplain, Soeharto menghabiskan masa-masa awal kepemimpinannya dengan banyak mendengar rakyat. Beberapa tahun dihabiskan cuma mendengarkan dengan minim kebijakan. Setelah dia faham struktur negara ini, barulah ia siapkan rencana-rencana untuk negara ini melangkah kedepan. Keluarga Berencana sangatlah sukses dengan propagandanya dimana-mana. Tentu masih ingat kan iklan yang bunyinya begini, "Ya ya yaaa!" Dia sudah tahu bahwa dengan menekan populasi, maka dia bisa menekan jumlah perut rakyat untuk diisi. Makin sedikit beban perut rakyat yang kelaparan maka makin sedikit kemiskinan dan makin ringan beban pemerintah. Maka dari konsep itulah berhasil terciptanya Indonesia yang swasembada pangan di masa lalu. Untuk mendukung ini pun, seorang Presiden seperti dia rela untuk dialog face-to-face dengan rakyat petani melalui program Klompencapir nya. Wong katanya kita ini negara Agraria kan? Berbeda dengan seorang presiden yang justru memilki gelar Doktor di bidang Ekonomi Pertanian (yang dibangga-banggakan, karena harus tertera terus di depan namanya). Pelayanan kesehatan ke pelosok dicapai dengan sistem Posyandu (yang sekarang bisa dikatakan punah - ibu saya hampir 40 tahun di bidang public health jadi dia menyaksikan kekacauan ini dengan jelas)

Bukannya membela Soeharto. Sama sekali tidak. Tapi rakyat Indonesia sudah banyak yang lupa bahwa negara ini sebenarnya menuju jurang kekacauan. Anak-anak muda kita tertipu oleh statistik-statistik dunia finansial. "Wahh, Indonesia is going to be big! Rakyatnya banyak, menciptakan market sendiri yang luar biasa! IHSG mencapai titik tertinggi!" Dan ratusan 'false-expectation' lainnya. Dunia finansial tidak merefleksikan sedikit pun dari sektor riil. Sektor riil kita sudah mati. Apalagi dengan kondisi perbankan kita (maksudnya BI) yang terlalu cupu dan takut (atau mungkin punya hidden reason lain) untuk menurunkan suku bunga kita yang ridiculous ini.

Rakyat kita diproduksi semakin banyak (dengan hilangnya KB) lalu diperbodoh secara massal, melalui tontonan dan bacaan tidak bermutu yang menghujani mereka (didukung oleh Menkominfo yang terfokus untuk urus pornografi). Diperdengarkan musik-musik yang tidak bermutu dan tidak mengembangkan daya pikir. Diprovokasi oleh Kyai-Kyai dan Habib-habib yang sebenarnya bermotif penggalangan massa. Dibuai oleh iklan-iklan Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo sehingga mereka membeli sepeda motor, sehingga pemerintah terbebas dari tanggung jawabnya menyediakan public transport dan infrastruktur yang baik (didukung kebijakan seperti semua mobil plat hitam harus beli Pertamax, tapi kendaraan roda dua boleh tetap premium). Masih banyak ratusan bahkan ribuan bukti dan contoh pembodohan diri rakyat Indonesia yang dilakukan secara seksama. Kita semua sudah saatnya bangkit dan kebodohan ini. Kita semua harus sudah bisa melihat the big picture. Think out of the box dan pikir kemanakah sebenarnya kita ingin melangkah. Jangan terbuai lagi target-target short term seperti pemilihan presiden, pilkada, pembayaran pajak, etc. Ini semua hanya hal-hal kecil. Ada yang salah dari the big system. Kita harus membedakan mana yang merupakan tipuan mata (baik oleh pemerintah, partai, DPR, bahkan dunia barat melalui media-medianya)

Bisakah kita tuntut revolusi lagi? Revolusi untuk membalikkan demokrasi? Untuk menolak 'demokrasi barat' dan memohon untuk bentuk demokrasi lain? Demokrasi Pancasila mungkin? yang di era (awal) Soeharto sudah terbukti berhasil (yang dulu dibilangnya sedikit kombinasi antara demokrasi dan sosialis?). Demokrasi Barat berhasil meng-infiltrasi negara kita disaat kita lengah di tahun 1998. Terimakasih kepada kakak-kakak kita yang mungkin waktu itu terlalu terbawa emosi dan panas tanpa melihat 'the bigger picture'. Bullshit kepada orang-orang yang bilang bahwa "Butuh waktu untuk menerapkan demokrasi yang benar. Give it time!" Well It's not about giving it time, it's about that IT IS THE WRONG SYSTEM FOR US! Ibarat lagi sakit Ambeyen, tapi dikasih obat Aspirin. Lalu Ambeyen-nya ga sembuh-sembuh, tapi segenap dokter-dokter bego bersikeras bahwa, tunggu aja, nanti sembuh kok! Buktinya di Amerika Aspirin sangat sukses digunakan seluruh masyarakat! Hahhahah! Salah! Ganti obatnya!

Bisakah suatu hari 1 juta rakyat Indonesia juga march seperti di Egypt? Tapi bukan untuk menyuruh turun SBY. Cuma orang bodoh yang protas-protes untuk menyuruh SBY turun. Karena peran SBY sekarang tidak seperti betapa besarnya peran Soeharto dan kroni-kroni penjilatnya pada tahun 1997-an. Sekarang SBY adalah sosok Cupu yang tidak berdaya. Ada raksasa yang lebih besar, yang lebih sakit, yang lebih salah, yang lebih ngaco, yang lebih korup, tapi selama ini berlindung dibalik tameng 'demokrasi'. FUCK DEMOCRACY! Sudah selayaknya 1 juta rakyat kita turun ke jalan untuk meminta pembubaran DPR dan mengganti sistem Demokrasi yang kita jalankan sekarang!

Wednesday, November 07, 2007

[Vendetta for Jakarta] Kajian Singkat Kapasitas Armada Busway

Disclaimer:
Adapun tujuan gerakan Vendetta for Jakarta ini bukanlah semata untuk mengeluh. Tapi untuk mengangkat topik2 yang kadang terlewatkan dari benak pikiran. Sehingga pada saat mendengar ide-ide ini kita jadi bilang ke diri kita, "oh iya yah..gak kepikiran." Lalu selanjutnya topik ini bisa diangkat disaat lunch sama rekan2 kerja atau bersama teman2 sepulang kerja, atau bahkan ke pasangan anda di rumah. Sehingga menjadi pembahasan oleh orang-orang intelektuil jakarta. Semakin banyak warga Jakarta yang mengerti faham2 ini, semakin besar chance kita untuk bisa menghasilkan 'manajemen kota' yang lebih baik.
Bayangkan, misalnya anda angkat topik-topik ini ke rekan kerja anda yang ternyata dia adalah anaknya wakil walikota jaksel, misalnya, nahh at least bisa tertanam 'ide bijak' ini padanya, yang lalu setelah dibawa juga topiknya ke percakapan keluarga, mungkin secara pelan-pelan bisa berpengaruh ke kebijakan bapaknya. jalurnya memang panjang, tapi itu yang at least bisa kita start. Mendidik kalangan miskin sebenarnya lebih penting dan signifikan impactnya, tapi itu diluar kemampuan kami.
anyway busway,... let's start our light topic for the day...
KAPASITAS SELAYAKNYA ARMADA BUSWAY
ini sebenernya topik kaum intelektual yang udah berlangsung dari awal inception of busway di taun 2004. Pernah pula topik serupa dimuat di Kompas Februari 2004 ditulis oleh Harun Al-Rasyid Lubis.
Topik ini akan membahas tentang beban kapasitas angkut yang 'selayaknya' dipikul oleh busway, dan yang 'kenyataannya' dipikul oleh busway. Kita maen matematika sebentar yah :) Hope you like it.
Rata-rata isi orang per kendaraan pribadi menurut statistik adalah 1.67 (kompas 2004)
Kapasitas jalur jalan yang tidak macet bisa dilalui 1,000 - 1,500 kendaraan per jam. Ini menurut statistik pernyataan Harun al Rasyid.
Berarti dalam satu jam menurut dia apabila kapasitas mobil 1,000 per jam saja (mari kita coba merendah2kan, bukan melebih2kan masalah), maka dalam satu jam akan lewat/ terangkut 1,670 orang.
Oke deh.. kalo kita tipe orang yang lebih percaya ama nalar pribadi dibanding pernyataan orang (spt saya) mari kita ambil 'kira-kira' saja. Terlebih bagi saya asumsi Pak Harun di atas lebih kepada beban per jalur (1 jalur saja). Saya disini ingin melihat masalah per ruas jalan. Dg harapan bisa lihat masalah lebih general, broad, dan komprehensif.
Anggap anda berada dalam jalan seperti Gatot subroto atau Jend.Sudirman atau Kuningan. Sebuah jalan protokol dengan 3 jalur dalam satu arah. ok?.
anggap anda berdiri di pinggir dan traffic sedang lancar normal. Berapa sih kira2 mobil yang lewat dalam satu menit?. Kalo dari 'kira-kira' gue, dalam 3 jalur itu sekitar 3 mobil akan melaju dalam 3 detik. (bayangkan anda menghitung 3 detik saja, lalu ada berapa mobil yang lewat? seingat saya sih bisa 4 s/d 6 mobil dalam kecepatan relatif cepat sekitar 40 km/h. Saya akan ambil angka 4 sebagai bukti bahwa saya malah merendah2kan figure nya bukan melebih2kan)
Berarti bila 4 mobil dalam 3 detik, maka dalam 1 menit ada 20x4 = 80 mobil @ 1.67 penumpang. Yang equals = 133.6 orang dalam 1 menit. Maka dalam satu jam, dalam 3 jalur akan ada 8,016.
ok?
Busway mengambil satu jalur dari 3 jalur ini. Busway datang 3 menit sekali. (kenyataannya sih 5 menit sekali. Bahkan belakangan ini karena Pak Foke yang pintar memberi 'solusi' dg memberi izin kendaraan pribadi masuk jalur busway, maka busway datang 15 menit sekali dan 30 menit sekali di daerah non CBD)
Kapasitas busway adalah maksimal 85 orang per bus. Berapakah jumlah orang yang bisa dibawa busway dalam satu jam?
jawabannya adalah 85 org x 20 kali tiap jam (bila benar datang tiap 3 menit) = 1,700 orang per jam.
dari kapasitas 8,016 tadi untuk 3 jalur, maka selayaknya satu jalur menampung sepertiga nya bukan?.. yaitu 2,672 orang per jam bukan?...
EITSS.. SALAH !!..
Pada saat jalur berubah dari tiga menjadi dua, kecepatan tidaklah seperti semula. Contoh bila semula lo nyetir di kuningan dengan speed 50 km/h waktu dulu kuningan adalah 3 jalur, lalu skrg setelah jadi 2 jalur apakah anda akan melaju dg speed yang sama? tentu tidak!.. anda akan melambat!!!.. kecepatan mobil berbanding lurus dengan lebar penampang jalan. Itulah makanya kenapa di jalan tol lebar satu jalur bisa sampai 8 meter sementara garasi anda di rumah yang lebarnya 6 meter saja sudah bisa muat 2 mobil.
walau pemerintah mencoba bikin jalur 'jadi2an' (spt yang anda lihat di sudirman). Jadi sebenernya 2.5 jalur, bukan 3 jalur. Lebarnya kecil!!! ...Jalur ini gak efektif, karena lebarnya terlalu kecil untuk dilalui dengan kecepatan tertentu
pemerintah lupa bahwa:
KECEPATAN MOBIL BERBANDING LURUS DENGAN LEBAR PENAMPANG JALAN !
jadi pada saat busway mengambil satu jalur, kecepatan mobil tidak sama. dalam dua jalur itu kalo saya mencoba membayangkan dan mengira2 lagi, maka hanya akan ada 2 s/d 4 mobil yang lewat.
kita ambil 2 mobil per 3 detik. Maka = 40 mobil per menit @ 1.67 penumpang = 66.8 penumpang per menit. atau 4,008 orang per jam!!!...
(bandingan pada saat jalurnya tadi ada 3 yaitu 8,016 penumpang per menit).
Jadi busway sekarang hanya bisa menampung 1,700 org per jam (21.2%)
Anda berpikir karena ia mengambil satu jalur dari total 3 jalur, maka busway harusnya menampung 2,672 org per jam (33.3%)
Namun ternyata karena busway mengambil satu jalur ekslusif, maka menyebabkan perlambatan kecepatan mobil2 di 2 jalur tersisa sehingga 2 jalur tersisa hanya mampu menampung 4,008 per jam. Atau dengan kata lain, harusnya busway menampung (8016-4008) = 4,008 per jam juga.. alias 50% dari beban tampungan jalan!!!
Dengan busway sekarang cuma angkut 21% dari beban tampung jalan semestinya, dan 2(atau 2.5 hehe) jalur yang tersisa hanya bisa tampung 50%. Jadi jalur2 kuningan dan gatsu yang 3 jalur ini hanya bisa beroperasi dengan efektivitas sebesar 71% saja.!!.. pantes aja macet yah..?
dengan kata lain busway skrg 21% capacity. harusnya 50% capacity (ini baru untuk mengembalikan situasi kembali kepada semula). Berarti kalo mau efektif, jumlah busway harus 2 kali lipat dari sekarang!!!! (Bahkan seharusnya kalau memang busway ingin 'meningkatkan' kapasitas yah berarti mungkin harus 3 kali lipat).
mungkinkah?
Busway seharusnya menjadi solusi 'meningkatkan' kapasitas penumpang di ruas jalan. Lho, kok ini malah mengurangi (sebesar 29%) yah??.....
Makanya busway gak pernah akan efektif sampai kapanpun. Kalo monorail lain cerita. Karena monorail tidak 'merampas' ruas jalan. Jadi kalo monorail benar ada/beroperasi maka akan benar2 'menambah' kapasitas jalan!
Hehehe lucu yah?..
Begitulah pemerintah kita. Mereka sangat lucu dan menggemaskan. Bikin city transport planning aja gak bisa.
sekali lagi, kalo kata gus Pur,.... "gitu aja kok repot?"
hehheheh
RP
for
Vendetta for Jakarta movement