Demokrasi barat sudah terbukti kegagalannya.
Fakta bahwa demokrasi barat sebenarnya bukan pakaian yg one-size-fits-all, alias bisa diterapkan seenaknya di berbagai karakter mental dan watak bangsa-banga yang berbeda.
Indonesia sudah berhasil menjadi kelinci dan selama lebih dari 10 tahun kita sudah merasakan jatuhnya negara ini ke lobang yang semakin lama semakin dalam (instead of rising back up).
Iraq baru dimulai dan sudah banyak terlihat kekacauannya. Bedanya karena di Iraq banyak konflik antar etnis dengan metoda kekerasan maka kita lebih melihat banyak liputannya. Afghanistan juga sama. Sekarang, setelah Tunisia (yang dalam 10 tahun akan menyesal akan apa yang terjadi kemarin ini), dan setelah media-media barat bertubi-tubi meliput fakta pemerintahan yg sudah 'lama' yang ditemukan di negara-negara Arab dan sekitarnya (including Al-Jazeera - yes, they are a western media), mulai lah Mesir menuju ke jurang yang sama.
Permainan barat yang selalu meremehkan negara lain yang tidak demokrasi, lalu 'memaksakan' demokrasi, dan acting like a 'democracy-hero', adalah konyol. Lebih bodoh adalah penduduk--penduduk kita yang percaya akan hal ini. Karena demokrasi hanyalah sebuah sistem. Seperti halnya Indonesia hanyalah sebuah negara. Freedom of speech is bullshit dan ga bisa diterapkan seenaknya. Ambil contoh: Anggap kita punya seorang anak laki-laki kecil berumur 9 tahun yang luar biasa badung! Tidak hanya sering merusak, kenakalannya sudah sangat meresahkan. Lalu suatu saat anda menyuruh anak anda untuk berhenti nonton TV karena sudah jam 1 malam, dan besok ia sekolah. Dia malah marah, karena dia sedang asyik menonton 'Entourage' dan adegan-adegan wanita seksi nya. Menurut moral anda yang paling dalam, apakah anak anda berhak dan layak memiliki freedom of speech?
Kira-kira seperti contoh inilah yang selama ini ditemukan di negara-negara yang gagal saat demokrasi dipaksakan. Demokrasi hanyalah sebuah sistem. It's nothing. There's something much bigger than that. Yaitu mental dan watak bangsa. Watak bangsa-bangsa arab yang keras dan senang konfrontasi. Watak rakyat Nusantara (saya sengaja ga sebut Indonesia, karena Indonesia 'hanya' sebuah negara) yang santai, malas, dan sangat sabar. Bermacam-macam watak membutuhkan bermacam-macam pendekatan dan approach. Terkait juga dengan aktivitas sehari-hari dari bangsa tersebut.
Soeharto menjalankan kepemimpinannya dengan luar biasa baik. Beda dengan kebanyakan presiden yang sukanya berbicara, pamer, atau bahkan kadang curhat/komplain, Soeharto menghabiskan masa-masa awal kepemimpinannya dengan banyak mendengar rakyat. Beberapa tahun dihabiskan cuma mendengarkan dengan minim kebijakan. Setelah dia faham struktur negara ini, barulah ia siapkan rencana-rencana untuk negara ini melangkah kedepan. Keluarga Berencana sangatlah sukses dengan propagandanya dimana-mana. Tentu masih ingat kan iklan yang bunyinya begini, "Ya ya yaaa!" Dia sudah tahu bahwa dengan menekan populasi, maka dia bisa menekan jumlah perut rakyat untuk diisi. Makin sedikit beban perut rakyat yang kelaparan maka makin sedikit kemiskinan dan makin ringan beban pemerintah. Maka dari konsep itulah berhasil terciptanya Indonesia yang swasembada pangan di masa lalu. Untuk mendukung ini pun, seorang Presiden seperti dia rela untuk dialog face-to-face dengan rakyat petani melalui program Klompencapir nya. Wong katanya kita ini negara Agraria kan? Berbeda dengan seorang presiden yang justru memilki gelar Doktor di bidang Ekonomi Pertanian (yang dibangga-banggakan, karena harus tertera terus di depan namanya). Pelayanan kesehatan ke pelosok dicapai dengan sistem Posyandu (yang sekarang bisa dikatakan punah - ibu saya hampir 40 tahun di bidang public health jadi dia menyaksikan kekacauan ini dengan jelas)
Bukannya membela Soeharto. Sama sekali tidak. Tapi rakyat Indonesia sudah banyak yang lupa bahwa negara ini sebenarnya menuju jurang kekacauan. Anak-anak muda kita tertipu oleh statistik-statistik dunia finansial. "Wahh, Indonesia is going to be big! Rakyatnya banyak, menciptakan market sendiri yang luar biasa! IHSG mencapai titik tertinggi!" Dan ratusan 'false-expectation' lainnya. Dunia finansial tidak merefleksikan sedikit pun dari sektor riil. Sektor riil kita sudah mati. Apalagi dengan kondisi perbankan kita (maksudnya BI) yang terlalu cupu dan takut (atau mungkin punya hidden reason lain) untuk menurunkan suku bunga kita yang ridiculous ini.
Rakyat kita diproduksi semakin banyak (dengan hilangnya KB) lalu diperbodoh secara massal, melalui tontonan dan bacaan tidak bermutu yang menghujani mereka (didukung oleh Menkominfo yang terfokus untuk urus pornografi). Diperdengarkan musik-musik yang tidak bermutu dan tidak mengembangkan daya pikir. Diprovokasi oleh Kyai-Kyai dan Habib-habib yang sebenarnya bermotif penggalangan massa. Dibuai oleh iklan-iklan Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo sehingga mereka membeli sepeda motor, sehingga pemerintah terbebas dari tanggung jawabnya menyediakan public transport dan infrastruktur yang baik (didukung kebijakan seperti semua mobil plat hitam harus beli Pertamax, tapi kendaraan roda dua boleh tetap premium). Masih banyak ratusan bahkan ribuan bukti dan contoh pembodohan diri rakyat Indonesia yang dilakukan secara seksama. Kita semua sudah saatnya bangkit dan kebodohan ini. Kita semua harus sudah bisa melihat the big picture. Think out of the box dan pikir kemanakah sebenarnya kita ingin melangkah. Jangan terbuai lagi target-target short term seperti pemilihan presiden, pilkada, pembayaran pajak, etc. Ini semua hanya hal-hal kecil. Ada yang salah dari the big system. Kita harus membedakan mana yang merupakan tipuan mata (baik oleh pemerintah, partai, DPR, bahkan dunia barat melalui media-medianya)
Bisakah kita tuntut revolusi lagi? Revolusi untuk membalikkan demokrasi? Untuk menolak 'demokrasi barat' dan memohon untuk bentuk demokrasi lain? Demokrasi Pancasila mungkin? yang di era (awal) Soeharto sudah terbukti berhasil (yang dulu dibilangnya sedikit kombinasi antara demokrasi dan sosialis?). Demokrasi Barat berhasil meng-infiltrasi negara kita disaat kita lengah di tahun 1998. Terimakasih kepada kakak-kakak kita yang mungkin waktu itu terlalu terbawa emosi dan panas tanpa melihat 'the bigger picture'. Bullshit kepada orang-orang yang bilang bahwa "Butuh waktu untuk menerapkan demokrasi yang benar. Give it time!" Well It's not about giving it time, it's about that IT IS THE WRONG SYSTEM FOR US! Ibarat lagi sakit Ambeyen, tapi dikasih obat Aspirin. Lalu Ambeyen-nya ga sembuh-sembuh, tapi segenap dokter-dokter bego bersikeras bahwa, tunggu aja, nanti sembuh kok! Buktinya di Amerika Aspirin sangat sukses digunakan seluruh masyarakat! Hahhahah! Salah! Ganti obatnya!
Bisakah suatu hari 1 juta rakyat Indonesia juga march seperti di Egypt? Tapi bukan untuk menyuruh turun SBY. Cuma orang bodoh yang protas-protes untuk menyuruh SBY turun. Karena peran SBY sekarang tidak seperti betapa besarnya peran Soeharto dan kroni-kroni penjilatnya pada tahun 1997-an. Sekarang SBY adalah sosok Cupu yang tidak berdaya. Ada raksasa yang lebih besar, yang lebih sakit, yang lebih salah, yang lebih ngaco, yang lebih korup, tapi selama ini berlindung dibalik tameng 'demokrasi'. FUCK DEMOCRACY! Sudah selayaknya 1 juta rakyat kita turun ke jalan untuk meminta pembubaran DPR dan mengganti sistem Demokrasi yang kita jalankan sekarang!
Fakta bahwa demokrasi barat sebenarnya bukan pakaian yg one-size-fits-all, alias bisa diterapkan seenaknya di berbagai karakter mental dan watak bangsa-banga yang berbeda.
Indonesia sudah berhasil menjadi kelinci dan selama lebih dari 10 tahun kita sudah merasakan jatuhnya negara ini ke lobang yang semakin lama semakin dalam (instead of rising back up).
Iraq baru dimulai dan sudah banyak terlihat kekacauannya. Bedanya karena di Iraq banyak konflik antar etnis dengan metoda kekerasan maka kita lebih melihat banyak liputannya. Afghanistan juga sama. Sekarang, setelah Tunisia (yang dalam 10 tahun akan menyesal akan apa yang terjadi kemarin ini), dan setelah media-media barat bertubi-tubi meliput fakta pemerintahan yg sudah 'lama' yang ditemukan di negara-negara Arab dan sekitarnya (including Al-Jazeera - yes, they are a western media), mulai lah Mesir menuju ke jurang yang sama.
Permainan barat yang selalu meremehkan negara lain yang tidak demokrasi, lalu 'memaksakan' demokrasi, dan acting like a 'democracy-hero', adalah konyol. Lebih bodoh adalah penduduk--penduduk kita yang percaya akan hal ini. Karena demokrasi hanyalah sebuah sistem. Seperti halnya Indonesia hanyalah sebuah negara. Freedom of speech is bullshit dan ga bisa diterapkan seenaknya. Ambil contoh: Anggap kita punya seorang anak laki-laki kecil berumur 9 tahun yang luar biasa badung! Tidak hanya sering merusak, kenakalannya sudah sangat meresahkan. Lalu suatu saat anda menyuruh anak anda untuk berhenti nonton TV karena sudah jam 1 malam, dan besok ia sekolah. Dia malah marah, karena dia sedang asyik menonton 'Entourage' dan adegan-adegan wanita seksi nya. Menurut moral anda yang paling dalam, apakah anak anda berhak dan layak memiliki freedom of speech?
Kira-kira seperti contoh inilah yang selama ini ditemukan di negara-negara yang gagal saat demokrasi dipaksakan. Demokrasi hanyalah sebuah sistem. It's nothing. There's something much bigger than that. Yaitu mental dan watak bangsa. Watak bangsa-bangsa arab yang keras dan senang konfrontasi. Watak rakyat Nusantara (saya sengaja ga sebut Indonesia, karena Indonesia 'hanya' sebuah negara) yang santai, malas, dan sangat sabar. Bermacam-macam watak membutuhkan bermacam-macam pendekatan dan approach. Terkait juga dengan aktivitas sehari-hari dari bangsa tersebut.
Soeharto menjalankan kepemimpinannya dengan luar biasa baik. Beda dengan kebanyakan presiden yang sukanya berbicara, pamer, atau bahkan kadang curhat/komplain, Soeharto menghabiskan masa-masa awal kepemimpinannya dengan banyak mendengar rakyat. Beberapa tahun dihabiskan cuma mendengarkan dengan minim kebijakan. Setelah dia faham struktur negara ini, barulah ia siapkan rencana-rencana untuk negara ini melangkah kedepan. Keluarga Berencana sangatlah sukses dengan propagandanya dimana-mana. Tentu masih ingat kan iklan yang bunyinya begini, "Ya ya yaaa!" Dia sudah tahu bahwa dengan menekan populasi, maka dia bisa menekan jumlah perut rakyat untuk diisi. Makin sedikit beban perut rakyat yang kelaparan maka makin sedikit kemiskinan dan makin ringan beban pemerintah. Maka dari konsep itulah berhasil terciptanya Indonesia yang swasembada pangan di masa lalu. Untuk mendukung ini pun, seorang Presiden seperti dia rela untuk dialog face-to-face dengan rakyat petani melalui program Klompencapir nya. Wong katanya kita ini negara Agraria kan? Berbeda dengan seorang presiden yang justru memilki gelar Doktor di bidang Ekonomi Pertanian (yang dibangga-banggakan, karena harus tertera terus di depan namanya). Pelayanan kesehatan ke pelosok dicapai dengan sistem Posyandu (yang sekarang bisa dikatakan punah - ibu saya hampir 40 tahun di bidang public health jadi dia menyaksikan kekacauan ini dengan jelas)
Bukannya membela Soeharto. Sama sekali tidak. Tapi rakyat Indonesia sudah banyak yang lupa bahwa negara ini sebenarnya menuju jurang kekacauan. Anak-anak muda kita tertipu oleh statistik-statistik dunia finansial. "Wahh, Indonesia is going to be big! Rakyatnya banyak, menciptakan market sendiri yang luar biasa! IHSG mencapai titik tertinggi!" Dan ratusan 'false-expectation' lainnya. Dunia finansial tidak merefleksikan sedikit pun dari sektor riil. Sektor riil kita sudah mati. Apalagi dengan kondisi perbankan kita (maksudnya BI) yang terlalu cupu dan takut (atau mungkin punya hidden reason lain) untuk menurunkan suku bunga kita yang ridiculous ini.
Rakyat kita diproduksi semakin banyak (dengan hilangnya KB) lalu diperbodoh secara massal, melalui tontonan dan bacaan tidak bermutu yang menghujani mereka (didukung oleh Menkominfo yang terfokus untuk urus pornografi). Diperdengarkan musik-musik yang tidak bermutu dan tidak mengembangkan daya pikir. Diprovokasi oleh Kyai-Kyai dan Habib-habib yang sebenarnya bermotif penggalangan massa. Dibuai oleh iklan-iklan Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo sehingga mereka membeli sepeda motor, sehingga pemerintah terbebas dari tanggung jawabnya menyediakan public transport dan infrastruktur yang baik (didukung kebijakan seperti semua mobil plat hitam harus beli Pertamax, tapi kendaraan roda dua boleh tetap premium). Masih banyak ratusan bahkan ribuan bukti dan contoh pembodohan diri rakyat Indonesia yang dilakukan secara seksama. Kita semua sudah saatnya bangkit dan kebodohan ini. Kita semua harus sudah bisa melihat the big picture. Think out of the box dan pikir kemanakah sebenarnya kita ingin melangkah. Jangan terbuai lagi target-target short term seperti pemilihan presiden, pilkada, pembayaran pajak, etc. Ini semua hanya hal-hal kecil. Ada yang salah dari the big system. Kita harus membedakan mana yang merupakan tipuan mata (baik oleh pemerintah, partai, DPR, bahkan dunia barat melalui media-medianya)
Bisakah kita tuntut revolusi lagi? Revolusi untuk membalikkan demokrasi? Untuk menolak 'demokrasi barat' dan memohon untuk bentuk demokrasi lain? Demokrasi Pancasila mungkin? yang di era (awal) Soeharto sudah terbukti berhasil (yang dulu dibilangnya sedikit kombinasi antara demokrasi dan sosialis?). Demokrasi Barat berhasil meng-infiltrasi negara kita disaat kita lengah di tahun 1998. Terimakasih kepada kakak-kakak kita yang mungkin waktu itu terlalu terbawa emosi dan panas tanpa melihat 'the bigger picture'. Bullshit kepada orang-orang yang bilang bahwa "Butuh waktu untuk menerapkan demokrasi yang benar. Give it time!" Well It's not about giving it time, it's about that IT IS THE WRONG SYSTEM FOR US! Ibarat lagi sakit Ambeyen, tapi dikasih obat Aspirin. Lalu Ambeyen-nya ga sembuh-sembuh, tapi segenap dokter-dokter bego bersikeras bahwa, tunggu aja, nanti sembuh kok! Buktinya di Amerika Aspirin sangat sukses digunakan seluruh masyarakat! Hahhahah! Salah! Ganti obatnya!
Bisakah suatu hari 1 juta rakyat Indonesia juga march seperti di Egypt? Tapi bukan untuk menyuruh turun SBY. Cuma orang bodoh yang protas-protes untuk menyuruh SBY turun. Karena peran SBY sekarang tidak seperti betapa besarnya peran Soeharto dan kroni-kroni penjilatnya pada tahun 1997-an. Sekarang SBY adalah sosok Cupu yang tidak berdaya. Ada raksasa yang lebih besar, yang lebih sakit, yang lebih salah, yang lebih ngaco, yang lebih korup, tapi selama ini berlindung dibalik tameng 'demokrasi'. FUCK DEMOCRACY! Sudah selayaknya 1 juta rakyat kita turun ke jalan untuk meminta pembubaran DPR dan mengganti sistem Demokrasi yang kita jalankan sekarang!